Hi! now you're at my blog... enjoy stay here :)

Friday, February 22, 2013

Pentingnya Tata Kelola Risiko Penggunaan Open Source




Jika anda pernah menjadi seorang developer, atau pernah mengelola organisasi ataupun proyek pengembangan sistem yang bersifat custom, mungkin anda akan familiar dengan situs-situs seperti sourceforge atau maven. Situs-situs tersebut merupakan situs komunitas open source yang menyediakan berbagai program, komponen dan tools dalam beragam jenis, fungsi dan kelas yang terbuka untuk digunakan dan dikembangkan lebih lanjut.
Menurut sebuah survey yang dilakukan oleh Accenture, hampir 80% perusahaan besar mengatakan bahwa mereka telah menggunakan teknologi open-source dan penggunaannya ini katanya akan semakin meluas di masa yang akan datang. Adapun Gartner memperkirakan bahwa pada 2013 kini, teknologi open-source ini akan digunakan dalam 85% dari seluruh solusi perangkat lunak komersial modern.
Meledaknya pengadopsian teknologi open-source ini disebabkan karena memang banyak manfaatnya. Selain biayanya relatif rendah, kualitas produknya juga banyak yang bagus, memungkinkan inovasi-inovasi terus menerus, mempercepat proses pengembangan perangkat lunak, serta beragam manfaat lainnya.




Namun demikian –betapapun—selain banyak manfaatnya, penggunaan teknologi open-source juga mengandung risiko baik bisnis maupun teknis yang tidak dapat diabaikan begitu saja. Coba kita bayangkan, setiap saat berbagai organisasi mengunduh puluhan ribu komponen open-source. Bayangkan jika kemudian komponen-komponen tersebut tidak dimonitor dan dikontrol penggunaannya. Kondisi ini dikonfirmasi oleh survey yang dilakukan oleh Sonatype . Sejumlah 87 persen dari responden survey yang melibatkan 1600 software developer, team leader, dan system architect ini mengatakan bahwa mereka menggunakan komponen-komponen open source dalam pengembangan aplikasi-aplikasinya tanpa menerapkan tata kelola yang memadai.

Risiko apa yang dapat ditimbulkan oleh kondisi seperti ini. Kondisi tata kelola open source yang minim seperti itu setidaknya akan menimbulkan risiko kualitas dan integritas aplikasi, risiko keamanan, dan juga risiko legal [Gold, 2012].
Bagaimana ia dapat berpengaruh pada kualitas dan integritas aplikasi? Fakta menunjukkan bahwa komponen-komponen open source ini terus dimodifikasi dan dikembangkan. Hal ini disamping berdampak positif terhadap kualitas komponen tersebut juga berisiko pada pengendalian versi (version control) dari komponen maupun aplikasi yang menggunakannya. Menurut statistik maven, setiap komponen rata-rata diupdate empat kali dalam setahun. Ketika sebuah aplikasi semakin kompleks, maka tingkat kesulitan untuk mengelola komponen-komponen yang digunakan pun akan semakin kompleks pula. Nah dengan ratusan ribu komponen yang tersedia bebas di jagad maya jelas membuat kesulitan yang luar biasa bagi organisasi untuk mengikutinya. Sehingga bisa saja versi-versi yang berbeda-beda dari komponen yang sama digunakan di dalam sebuah organisasi. Hal ini bisa menyebabkan kekacauan yang berdampak pada kualitas dan integritas dari aplikasi-aplikasi yang digunakan.

Tata kelola open source yang tidak baik juga menimbulkan kerawanan pada keamanan informasi organisasi. Komponen-komponen open source yang tersedia bebas di Internet itu tentu tidak semuanya aman. Banyak komponen-komponen yang memiliki kerawanan keamanan yang signifikan, tapi tidak diketahui oleh para calon penggunanya. Bahkan walaupun peringatan security telah dipublikasikan, tetap saja kurang dipedulikan karena tidak adanya standard tata kelola yang diterapkan di organisasi. Ini adalah fakta yang berulangkali terbukti. Misalnya pada Januari 2010, US-CERT dan NIST, dua lembaga yang berkaitan dengan security dan standard teknologi di Amerika, menyampaikan peringatan melalui National Vulnerability Database bahwa Jetty, sebuah open-source servlet container, memiliki cacat security yang kritikal yang dapat memungkinkan masuknya serangan terhadap antara lain kerahasiaan informasi organisasi. Tapi walaupun ada peringatan tersebut, pada Desember 2010, hampir setahun setelahnya, terdapat sekitar 11 ribu organisasi mengunduh versi rawan dari Jetty ini dari maven dalam sebulan.

Faktor risiko penting lainnya adalah yang terkait dengan permasalahan lisensi. Terdapat beberapa tipe lisensi open source, masing-masing dengan terms dan kondisi yang berbeda-beda. Beberapa tipe lisensi tidak kompatibel satu dengan lainnya dan tidak dapat dikombinasikan dalam sebuah aplikasi baru. Salah satu pertimbangan penting dalam memilih sebuah lisensi adalah apakah skema lisensi dari komponen itu memberikan batasan-batasan pada aplikasi yang dihasilkan nanti. Skema lisensi copyleft seperti GNU General Public License (GPL) dan turunan-turunannya, mungkin adalah yang paling problematis untuk entitas komersial. Tipe lisensi ini memungkinkan siapapun untuk menggunakan komponen berlisensi tersebut pada proyek-proyeknya, tapi, pada gilirannya nanti aplikasi yang dihasilkan nanti juga akan memiliki hak yang sama, termasuk membuat aplikasi turunan dan source codenya mesti tersedia secara gratis pula. Dengan kata lain, copyleft adalah sebuah metode umum untuk membuat sebuah program menjadi gratis dan menuntut semua versi modifikasi dan pengembangannya menjadi gratis pula.

Mengabaikan atau melupakan kewajiban perlisensian ini dapat berimplikasi pada masalah hukum. Oleh karena itu para developer mesti diberi pedoman yang jelas untuk memastikan bahwa mereka hanya menggunakan komponen-komponen yang memiliki sistem lisensi dengan risiko yang dapat diterima oleh organisasi.

Faktor-faktor risiko open source diatas semakin menguatkan mengenai pentingnya tata kelola yang baik dalam pemanfaatan teknologi open source dalam pengembangan sistem. Jika tidak, maka ia akan menjadi bom waktu yang setiap saat dapat meledak dengan dampak kerusakan yang mengerikan. Kerusakan yang tidak hanya berdampak pada IT saja, tapi juga dampak bisnis yang lebih luas. 

Sumber: http://www.manajemen-ti.com/manajemen-risiko/280-pentingnya-tata-kelola-risiko-penggunaan-open-source.html

No comments:

Post a Comment